Gunung Gede, Numpang Tidur Sampai Kehujanan Di Hutan
Perjalanan kali ini benar-benar tidak terpikirkan oleh gue, karena satu bulan sebelumnya gue berada dalam masa-masa krusial, dimana setiap keputusan yang gue ambil akan mempengaruhi kehidupan gue di masa depan nanti- (sumpah lebay banget).
Di saat antara lagi down dengan tugas akhir yang-sumpah-bikin-galau-banget sama penat dengan kehidupan yang-cuma-tidur-bangun-makan-kerja-makan-kerjain tugas akhir-tidur-gak bangun lagi- astagfirullah *ketok-ketok meja*. Lalu mbak Ika ngajakin meet up bareng sama kaka Epi dan kaka Atul, sebenarnya lebih ke nemenin mbak Ika hang out di (katakanlah) tempat nongkrong masa kini. Di sinilah mbak Ika mulai menyerang menghasut mengajak gue dengan sedikit mengancam pendekatan kata-kata manis untuk ikut naik gunung ke gunung Gede.
Gue yang lagi gak fokus mikirin rencana kedepannya, bahkan rencana beberapa hari ke depan gue gak tau mau ngapain, gue terhasut menyetujui untuk ikut naik gunung. Sampai di rumah, kepala gue cuma dipenuhi tugas akhir, gak mikirin apapun selain gimana gue bisa selesaiin tugas akhir dan tidur dengan tenang.
Seminggu setelah meet up itu, masuk pesan bbm dari mbak Ika, "Gue gak bisa ikut ke Gede Wi, ternyata ade gue wisudaan tanggal 5, gak papa ya (emot senyum lebar mengembang)". Kasus ini tuh sama kayak, lu diajak orang untuk ikut MLM, lu dirayu dengan janji-janji manis akan masa depan penuh impian, tapi setelah lu udah masuk ke dunia yang lu gak ngerti sama sekali, orang yang ngajak lu itu hilang entah kemana, bayangin.. mungkin rasanya kayak gitu.
Malam sebelum hari keberangkatan kak Epi bbm gue, memastikan gue gak lupa kalau besok malemnya kita berangkat, gue jelas gak lupa.. gak lupa akan-insiden-ditelantarkannya-gue, bahkan semua barang-barang yang dibutuhkan sudah tersimpan rapi di keril yang akan gue bawa.
Meeting point di rumahnya kak Epi, daerah Pondok Gede yang mana gue gak tau jalan ke sana, untungnya mbak Ika bersedia nganterin gue. Gak cuma nganterin bahkan mbak Ika dengan senang hati menjemput gue di Depok lalu nganterin gue ke rumah kak Epi, sebagai penebus dosa karena gak jadi ikut naik gunung bareng gue, katanya.
Setelah menyelesaikan misi nganterin gue dengan motor kesayangannya mbak Ika pun pulang ke rumahnya, Pondok Gede - Depok - Pondok Gede - Bekasi, wanita tangguh sekali, ya, mbak Ika itu. Gue gak nyangka mbak Ika beneran mau repot-repot jemput gue dan nganterin gue ke rumah kak Epi, gue terharu atas kepedulian mbak Ika ke gue *tissue mana tissue*. Makasih banget ya, mbak Ika ... *kecup basah*.
Sampai di tempat ngumpul udah banyak orang yang mana mukanya asing semua dimata gue, dan gue hanya diam, duduk manis sambil nunggu kendaraan. Kendaraan siap, dua truk kopasus yang siap mengangkut 53 orang.
Sekitar jam tiga pagi, udah sampai di basecamp pendakian jalur gunung putri. Jam tiga pagi, masih ngantuk, dingin dan lapar. Setelah istirahat, makan dan siap-siap, dimulailah pendakian... yang kali ini beban hidup (baca: keril) gue dibawain, jadi gue cuma bawa tas kecil dengan isi dompet, hp, kamera, air minum dan beberapa coklat, dan tetap saja pendakian masih terasa berat.
Perjalanan baru dimulai dan gue merasa sangat - sangat ngantuk, setelah melewati kebun sayur milik warga, persawahan dan pos simaksi, sampailah di gapura yang bertuliskan "Taman Nasional Gede Pangrango". Melihat tim yang sudah sampai terlebih dahulu sedang beristirahat, gue langsung cari lapak, gelar matras, lalu tidur. Setelah beberapa menit gue bangun dan... kok, sepi ... rombongan udah jalan duluan dan tinggal lah gue, kak Epi, kak Atul dan kak Febri, empat wanita tangguh... yang tertinggal.
Masih dengan sisa-sisa rasa kantuk, gue melanjutkan perjalanan. Langkah demi langkah, terus mendaki, kini giliran kak atul yang ngantuk, cari lapak lagi > gelar matras > tidur. Entah karena gue kurang tidur atau karena cuacanya yang mendung dan dingin, rasa kantuk ini tak bias hilang, pengennya merem aja deh. Kali ini gantian mereka bertiga tidur, gue yang terjaga mengamati sekitar. Mirip kayak di film Hunger Games gitu deh, ketika yang satu tidur yang lain menjaga dan mengamati sekeliling, haha. Setelah dirasa cukup istirahat, perjalanan dilanjutkan kembali.
Rasa kantuk belum sepenuhnya hilang, belum lagi rasa lelah yang lebih dari sebelumnya, ditambah rasa lapar yang mulai muncul, dan kita semuanya masih jomblo .. kenapa perjalanan ini rasanya berat sekali ya Allah …
Untungnya kak Epi bawa kerilnya kak Febri yang Alhamdulillahnya isinya logistik, mengingat keril gue dibawa sama orang. Melihat ada mie instan rasanya seperti menemukan secercah harapan, namun semuanya sirna karena gak satupun dari kita berempat membawa kompor dan gas. Tapi masih untung karena kita naik gunung Gede, gunung yang disepanjang jalurnya tersebar akang-akang dagang gorengan, mie, dan segala macam minuman, dan kita memutuskan untung jajan. Perut kenyang, hati senang, perjalanan pun dilanjutkan dengan semangat baru.
Gue jadi inget yang pas ke Merbabu, ketemu sama pendaki yang logistiknya habis dan doi ketinggalan rombongan, mana jalurnya sepi gak ada tukang gorengan, untung rombongan gue ada makanan lebih jadi dibagi deh, gak kebayang kalo gue diposisi pendaki itu, entah gue bisa bertahan atau enggak, paling gue nyelip ke rombongan lain dan memelas minta diurusin, ahahaha… dibuang ke jurang iya.
Ketika rasa kantuk itu menyerang lagi kita menyerah dan langsung gelar matras, lalu tidur. Awalnya gue gak mau ikutan tidur, gue dengerin musik, ngeliatin pendaki lain yang lewat, menikmati pemandangan hutan dan udara yang dingin, perlahan memejamkan mata, gue gak kuasa, tidur siang di hutan itu nikmat banget, tau-tau udah tergeletak tak berdaya. Terus samar-samar gue denger langkah pendaki yang berhenti dan denger percakapan mereka, intinya sih mereka khawatir ngeliat kita berempat, cewek dan semuanya tidur, gak ada yang jagain. Gue langsung bangun pas ngerasa makin dingin, pas ngeliat sekeliling agak ngeri sih, kabut tebel mulai menyelimuti hutan, horror-horror gimana gitu, gue ngerasa kayak lagi di hutan terlarang yang di dekat kastil Hogwarts gitu.
Gue cuma bisa menikmati kabut dan menahan dingin sambil nunggu mereka bangun, sialnya sih jaket gue taro di keril, duh. Setelah mereka bangun, kita langsung lanjut pendakian. Gak lama hujan mulai turun, sialnya lagi jas hujan gue ada di keril yang dibawain orang lain, cakep! Setelah semuanya udah pakai jas hujan dan gue pakai payung dan jaketnya kak Epi, perjalanan dilanjutkan. Ketika hujan jalur pendakian jadi jauh lebih sepi, jadi jarang ketemu pendaki yang lain, dan di pastikan kita adalah tim terakhir dari rombongan, sebut saja tim sweeper.
Pendakian makin berat dengan hujan yang makin deras, dingin, celana basah, dan OMG, sepatu lucu gue kotor parah kena becekan!!
Mendekati alun-alun Surya Kencana hujan mulai reda dan berhenti pas kita sampai di Surya Kencana. Rasanya lega pas udah sampai di Surken (sekitar jam lima sore), gak nyangka gue bisa ke sini untuk kedua kalinya, akhirnya kesampaian juga gue dengerin lagu Fallin’nya Zhiend sambil duduk memandangi pemandangan di alun-alun Surya Kencana, sumpah damai banget … aaakkk… gak mau pulang (>.<)
Dengan sisa-sisa tenaga yang ada dan kaki yang rasanya pengen dibenamkan di semen aja, kita jalan menuju tempat kemah. Gue pasrah ketika ada miss-com yang jadinya kurangnya jumlah tenda, setelah mereka atur lagi, untunglah dapet satu tenda cukup mungil untuk diisi lima orang. Makasih dah buat babang-babang yang mengalah untuk kita.
Gue langsung membungkus badan gue dengan sleeping bag ketika yang lainnya masak, he he he. Makanan siap, kita semua makan dan langsung bersiap buat tidur.
Sedikit flashback satu tahun yang lalu, pertama kali gue naik gunung ke gunung Gede, kondisi gue menyedihkan yang gak bisa tidur dan kedinginan sepanjang malam, bersyukur banget gue bisa bertahan waktu itu. Kali ini gue jauh lebih siap menghadapi dinginnya malam di Surya Kencana, gue pakai sweater dan jaket lalu masuk ke sleeping bag, hangat dan tidur dengan nyenyak. Mungkin ini tidur ternyenyak gue selama di gunung.
Dari malem gue sama kak Atul udah memantapkan diri buat gak ikut muncak besok paginya, pas pagi buta ketika yang lainnya sibuk siap-siap buat summit pun kita masih tiduran manja di dalem sleeping bag. Namun, semua berubah ketika negara api menyerang ketika kak Atul berubah pikiran setelah ngobrol sama kak Epi, gue gak mau iseng sendirian di tenda pun akhirnya ikut summit juga. Sebelum mulai pendakian terjal menuju puncak, kita gak lupa buat jajan gorengan buat sarapan, hahaha.. kapan lagi di gunung jajan terus.
Biar bagaimana pun kalau mendaki sampai puncak, ada rasa kepuasan sendiri, ya .. rasanya kayak udah menyelesaikan misi khusus. Setelah dirasa cukup menikmati pemandangan (yang mana gak akan pernah merasa puas), cukup foto-foto dan cukup jajan (bahkan di puncak masih bisa jajan :D), kita kembali ke tempat kemah, masak-masak untuk sarapan dan beres-beres, bersiap untuk pulang.
Perjalanan turun menuju basecamp gunung putri jauh lebih cepat, kalau pas naik makan waktu sekitar 10 jam (lebih malah), turunnya Cuma sekitar 6 jam ajah. Gerimis dan udara dingin menemani perjalanan pulang, dari di Surya Kencana sampai di basecamp gunung putri gerimis gak henti-henti. Ribet banget deh kalau naik gunung kehujanan gini, ya daripada dehidrasi kayak waktu ke Guntur … eh, tapi dua-duanya gak enak deh. Tapi entah kenapa gue gak kapok-kapok, tetep aja ikut lagi kalau ada yang ngajak mendaki gunung. Gimana ya, mendaki gunung memang candu sih :D.
Yang selalu mengganggu pikiran gue sih pas mau pulang, gak ada yang searah pulangnya sama gue. Sebenernya gak masalah sih, kalau masih siang … sedangkan ini udah lewat tengah malam pulang sendirian, jalanan udah sepi banget, masih ada angkot sih, tapi sepi dan gue parno naik angkot sendirian, tengah malem / pagi buta, naik taksi pun agak ngeri selain itu ongkosnya mahal banget *sedih*.
Mbak Ika udah ribet aja nanyain gue pulangnya gimana, sampai nawarin buat nganterin gue pulang dari pondok gede nanti, hahaha… bahkan orang tua gue aja gak terlalu mikirin gimana anaknya pulang, yang penting sampai rumah dengan selamat. Gue menenangkan mbak Ika, gue bisa pulang sendiri, padahal mah gue pasrah gimana nanti, xD.
Untungnya ada bang Wira yang ternyata turun di Citeruep, terus ngarahin gue naik mobil menuju Cibinong. Kalau udah sampai Cibinong sih gue udah tau, walaupun hati gak tenang. Gue sampai rumah jam setengah dua pagi, dengan selamat. Lumayan tidur sebentar dan harus siap-siap buat berangkat ke kantor, hahaha.. lelahnya.
Dengan segala rintangan yang ada ini tetap menjadi perjalanan yang menyenangkan, perjalanan dimana gue melepas semua beban dan kegalauan berbulan-bulan yang lalu, ahahaha. Gak sabar buat menikmati perjalanan-perjalanan selanjutnya.
Akhir kata,
"Leave nothing but
footprints
take nothing but picture
kill nothing but time."
Baca juga cerita lain seputar:
kehujanan di gunung, mendaki gunung saat hujan, bahaya mendaki gunung saat musim hujan, sebutkan dan jelaskan tata cara turun gunung yang baik dan benar!, hujan di gunung, hujan turun pada pukul 7 pagi dan berhenti pada pukul 10.40 berapa lama turun hujan, mendaki gunung dilakukan saat cuaca, perlengkapan mendaki saat musim hujan, mendaki gunung saat cuaca,
Komentar
Posting Komentar